Selama ane kuliah di Universitas Gadjah Mada, ane belom pernah benar-benar menyusuri setiap jengkal kampus ane yang kabarnya sangat luas itu. Yang ane lewatin saban hari hanyalah jalan sekitar GSP dan tentu saja, sekitaran jalan Denta alias FKG UGM. Yaiyalah, ane kuliahnya disono. Yang jelas ane mengendarai motor dan bukannya ngesot sambil membawa tandu berisikan manusia. Hah? Manusia Cung? Ho'oh, manusia. Inget nggak sih jaman esde esempe pernah diajarin bikin tandu buat gotong menggotong korban? Pake simpul mati, simpul idup, simpul sentik-sentik. Nah, dua hari yang lalu ane bersama-sama geng dragbar ukesma disuruh membikin dragbar. Ane merelakan tangan ane kepanasan demi terlahirnya dragbar yang berkualitas *apasih. Dragbar itu digunakan untuk mengevakuasi korban. Ya, disini korban yang dimaksud adalah korban bo'ong2an yang seakan-akan sedang sekarat dan perlu untuk dievakuasi.
Acara ini dinamakan simulasi ukesma walaupun pada akhirnya Putrek bersikeras untuk menamainya Fear Factor. Ane setuju sih, tapi bukan, bukan. Kata mereka sih ini simulasi. Setelah dua minggu mengikuti diklat ruang, praktek, dan ujian kita sampai pada simulasi ini.
Yang ane remet dari tadi adalah selongsong bambu. Yang jelas bukan bambu runcing dan bukan juga bambu bujel *apasih*. Bambu yang ane maksud adalah bambu dragbar. Yeah, dragbar yang dari tadi ane sebut-sebut. Temen-temen di belakang ane juga melakukan hal yang sama, menjinjing dragbar. Suer, ane berdoa supaya hujan nggak usah turun malam ini. Tapi nyatanya dari sore kita berangkat langitnya suram. Yak, bener. Gerimis tipis mulai turun. Doa ane nggak terkabul dan ane nggak tau apakah harus selalu ada alasan jika doa ane nggak terkabul? Sepertinya sih enggak. Enggak tahu maksud ane.
Akhirnya kita transit di salah satu parkiran fakultas teknik untuk beribadah dan istirahat. Parkiran lho ya, bukan KPTU. Parkiran itu sempit bangeeet.. dan ada dua buah motor yang tertinggal. Mas-mas yang berniat ngambil motor waktu itu pun syok karena motornya dikerumuni gembel-gembel berkalung nametag yang terlihat seperti korban pengungsian darurat. Di parkiran yang sempit itu, jadilah kita berdesak-desakan untuk ngeyup. Aha! Mungkin tujuannya biar anget kali ya. Yaiyalah anget, apalagi nih bobil-bobil ngumpul jadi satu. Nggelar mantol'e dhewe-dhewe neng tengah-tengah, terus pada gelesotan. Camilan mulai dihidangkan dimana-mana, nggak lebih dari jangkauan tangan ane udah bisa nyomot sini nyomot sana. Tapi tentu saja bukan dari tas ane. Ane kan cuman bawa TOP satu biji, itu aja pemberian Pren yang membawa TOP dua biji. LOL. Ini ibu-ibunya udah lengkap, makanannya udah dikeluarin, pasti sebentar lagi arisan dikocok. (--") Yuk mari..
Satu jam, dua jam. Setelah capek ngetawain triage buatan Putrek yang lebih mirip kartu wasit dan lelucon-lelucon pekok lainnya, kita memutuskan untuk ngebo. Dimana-mana, tidur selalu jadi pilihan kan. Sialnya, ane nggak kebagian tempat sampai harus tidur dengan posisi jongkok. Bener-bener bikin tengeng. Udah mirip orang klenger kena wabah diare deh ane, beneran.
Satu persatu kelompok akhirnya mendapat giliran untuk memulai perjalanan sementara kelompok ane harus bersabar karena kita kejatahan giliran kepretan. Akhirnya kita ngubrul gitu deh sambil gelosotan. Ngenes banget. Untungnya ditemenin camilan kriuk-kriuk. Dan ane masih enggan mengeluarkan TOP ane satu-satunya. *emangnya ada gitu yang ngarepin?
Kira-kira pukul 23.00 dimana kodratnya ane sudah berada di atas kasur sambil online, kelompok ane akhirnya dipanggil juga. Hoahem banget deh ane, baru mulai? Capek deh.. kenapa enggak ketemuan di TKP jam segini aja kalo gitu? #plaaak. Panitia pun menjelaskan kalau ketemu orang di jalan nanti, maka kita harus mengucapkan kata sandi. Sumpah iki wagu banget, kata sandinya adalah "lebah..lebah.." dan panitia yang mendengarnya akan menyahut "silahkan menyengat.." buahaha, ane nggak bisa nahan ngikik. Absurd banget tuh sandi! Kenapa enggak sekalian: "Tawon.. tawon" lalu mereka akan menjawab "Silahkan menyengat loch.." lalu kata Putrek, "Sengatin kita dongs.." buset iki pekok banget (--").
Mulailah kita berjalan setapak demi setapak sambil nguap-nguap, sambil kriyip-kriyip. "Lebah..lebah.. lebah.. lebah.." "Silahkan menyengat!"
***
Sepertinya udah lama banget kita jalan kaki sambil menggotong korban. Entah sudah berapa jam. Ane udah nggak betah, rasanya pengen bikin sinyal SOS pake senter lalu ada Mas Edward yang selametin ane dari hutan pengasingan ini. Sayangnya hutan ini terlalu bau dengan eek burung cangak nan pesing. Ane rasa dia ogah kesini. Ane juga ogah! Bayangin aja kita cewek-cewek harus ngangkat-ngangkat orang! Terbukti sudah kita nggak dilahirkan sebagai kuli panggul. Sebentar-sebentar kita harus turunin dragbar sambil misuh2. Lalu diangkat lagi. Lalu misuh2 lagi. "Encok mak! Encok mak! Hadoh, pundakku tugel!"
Kita pun encok, dislokasi otot, dislokasi otak. Semuanya dah.. ane pikir seharusnya kita dibawakan tandu dan diangkut pulang menuju kasur. Itulah pertolongan pertama yang ane harap-harapkan. Namun sebelum ane berharap terlalu tinggi ane harus melihat kenyataan. Ane harus realistis. Ane pun berusaha untuk tidak merengek namun tidak bisa. Ane berusaha untuk tidak misuh namun tidak bisa. Lalu ketika nggak ada lagi yang bisa diandalkan, kita, manusia hanya bisa berseru pada Tuhan. Ane harap ane punya ibu peri yang bakalan muncul di depan ane dengan sekali siul. Nggak usah muluk-muluk deh, ane cuma minta tolong pinjemin ototnya Ade Rai bentar buat mengangkat beban yang setara dengan dua karung beras ini *ingat, ane selalu lebay*.
"Lebah.. lebah..."
Ane pun akhirnya melupakan harapan ane yang tidak realistis barusan. Karena pada kenyataannya, kita dihadapkan pada kalen di perikanan. BAU. Jangan tanya apa yang ada di dalamnya. Busetdah.. Kalen ini dalem banget untuk ukuran kalen. Apalagi, ada bagian gorong-gorong yang harus dilewati dengan cara menunduk. Kalo kalen ini diisi penuh, ane pasti megap-megap kelelep air comberan dan ditemukan dengan keadaan mengenaskan. Mungkin bolongan hidung ane hilang. Beruntungnya, air kalen ini nggak terisi penuh sehingga ane dan teman-teman ane nggak perlu kelelep gara-gara menyeberang kalen. Sebelum ane terjun, ane terpeleset dan rupanya pantat ane mengenai sebuah benda lembek. Ane tau benda itu dicurigai bau tapi dengan begonya ane cium juga. HUEEEK! Bulu hidung ane memberontak dan dikawatirkan rontok. Ane pengen muntah sampe usus-ususnya! Telo banget ini, benda apa ini yang ane dudukin? (--") Ane males mencari tau dengan mendeteksi baunya dua kali.
Dengan susah payah kita melewati kalen. Kita berdiri, jongkong, hingga terbang. Lega banget tantangan berat ini sudah kita lewati. Kita pasti akan segera pulang.
"Lebah.. lebah.."
Di seberang ada Lira, temen sejawat ane yang sedang menjaga pos. "Silahkan menyengat..". Lira pasti akan menunjukkan kemana jalan pulang. Memberi bekal kompas, sekotak susu ultra dan nasi box, nggak lupa peta menuju jalan pulang. Lagi-lagi harapan ane terlalu tinggi. (--") Dia menunjukkan sesuatu di belakang sana. DANAU! Buset.. Buset! Apakah kita akan diving atau snorkeling? Ane pun merasa bersalah karena tidak membawa kacamata renang. Tapi marilah berpikir positif. Dengan 500 perak, kita akan diantar ke seberang dengan menggunakan perahu sampan.
"Iya, nanti kalian nyeberang yaa.. Semangat!"
"NYEBERANG?" kita menganga amat lebar. Nyamuk hutan pun keluar masuk lewat mulut kita. Ini adalah firasat buruk dan akan sepertinya firasat kita kuat.
Finally, ane nyempelung deh. Kita harus bekerjasama untuk memindahkan tandu berisi korban ke ban apung. "Blubuk..blubuk.." "Telo!" Pisuhan pertama. "What the hell!" Pisuhan kedua. "Busetdaaah!" Kaki ane terpendam dalam lumpur. Sial, tebel banget lumpurnya ini. Seharusnya ane pinjem sepatu sampah kemarin. Ane pun mulai melangkah dengan berat. Rasanya ane barusaja dikaruniai kaki gajah tingti dan ditugaskan untuk menyeberangi danau ini. "Teloooo!" ane mendapati kaki ane tak beralas. Sepatu ane di dalem lumpur! Huaaaa.. ban apung oleng dan ane kesulitan mencari sepatu. Akhirnya karena ane udah ndembik banget, ane disuruh naik oleh panitia dengan mengenaskan. Badan ane udah basah dan berbau aduhai. Muka ane lecek menghawatirkan sepatu ane yang sebelah. Okelah, sepatunya akan diganti besok dengan yang baru oleh panitia. #ngarep
Ane pun ketar-ketir kehilangan sepatu kesayangan ane.
Di atas ini adalah jasad sepatu ane yang satunya (--")
Mungkin karena sudah pukul dua belas malam, cinderella pun sekarang menjadi gembel yang bau kalen. Sepatu cinderella terceblok di dalem lumpur. Mengenaskan. Tunggu aja deh pangeran kodok meminjam peralatan selam, lalu menemukan sepatu cinderella. *ngooooookkk
Kita pun encok, dislokasi otot, dislokasi otak. Semuanya dah.. ane pikir seharusnya kita dibawakan tandu dan diangkut pulang menuju kasur. Itulah pertolongan pertama yang ane harap-harapkan. Namun sebelum ane berharap terlalu tinggi ane harus melihat kenyataan. Ane harus realistis. Ane pun berusaha untuk tidak merengek namun tidak bisa. Ane berusaha untuk tidak misuh namun tidak bisa. Lalu ketika nggak ada lagi yang bisa diandalkan, kita, manusia hanya bisa berseru pada Tuhan. Ane harap ane punya ibu peri yang bakalan muncul di depan ane dengan sekali siul. Nggak usah muluk-muluk deh, ane cuma minta tolong pinjemin ototnya Ade Rai bentar buat mengangkat beban yang setara dengan dua karung beras ini *ingat, ane selalu lebay*.
"Lebah.. lebah..."
Ane pun akhirnya melupakan harapan ane yang tidak realistis barusan. Karena pada kenyataannya, kita dihadapkan pada kalen di perikanan. BAU. Jangan tanya apa yang ada di dalamnya. Busetdah.. Kalen ini dalem banget untuk ukuran kalen. Apalagi, ada bagian gorong-gorong yang harus dilewati dengan cara menunduk. Kalo kalen ini diisi penuh, ane pasti megap-megap kelelep air comberan dan ditemukan dengan keadaan mengenaskan. Mungkin bolongan hidung ane hilang. Beruntungnya, air kalen ini nggak terisi penuh sehingga ane dan teman-teman ane nggak perlu kelelep gara-gara menyeberang kalen. Sebelum ane terjun, ane terpeleset dan rupanya pantat ane mengenai sebuah benda lembek. Ane tau benda itu dicurigai bau tapi dengan begonya ane cium juga. HUEEEK! Bulu hidung ane memberontak dan dikawatirkan rontok. Ane pengen muntah sampe usus-ususnya! Telo banget ini, benda apa ini yang ane dudukin? (--") Ane males mencari tau dengan mendeteksi baunya dua kali.
Dengan susah payah kita melewati kalen. Kita berdiri, jongkong, hingga terbang. Lega banget tantangan berat ini sudah kita lewati. Kita pasti akan segera pulang.
"Lebah.. lebah.."
Di seberang ada Lira, temen sejawat ane yang sedang menjaga pos. "Silahkan menyengat..". Lira pasti akan menunjukkan kemana jalan pulang. Memberi bekal kompas, sekotak susu ultra dan nasi box, nggak lupa peta menuju jalan pulang. Lagi-lagi harapan ane terlalu tinggi. (--") Dia menunjukkan sesuatu di belakang sana. DANAU! Buset.. Buset! Apakah kita akan diving atau snorkeling? Ane pun merasa bersalah karena tidak membawa kacamata renang. Tapi marilah berpikir positif. Dengan 500 perak, kita akan diantar ke seberang dengan menggunakan perahu sampan.
"Iya, nanti kalian nyeberang yaa.. Semangat!"
"NYEBERANG?" kita menganga amat lebar. Nyamuk hutan pun keluar masuk lewat mulut kita. Ini adalah firasat buruk dan akan sepertinya firasat kita kuat.
Finally, ane nyempelung deh. Kita harus bekerjasama untuk memindahkan tandu berisi korban ke ban apung. "Blubuk..blubuk.." "Telo!" Pisuhan pertama. "What the hell!" Pisuhan kedua. "Busetdaaah!" Kaki ane terpendam dalam lumpur. Sial, tebel banget lumpurnya ini. Seharusnya ane pinjem sepatu sampah kemarin. Ane pun mulai melangkah dengan berat. Rasanya ane barusaja dikaruniai kaki gajah tingti dan ditugaskan untuk menyeberangi danau ini. "Teloooo!" ane mendapati kaki ane tak beralas. Sepatu ane di dalem lumpur! Huaaaa.. ban apung oleng dan ane kesulitan mencari sepatu. Akhirnya karena ane udah ndembik banget, ane disuruh naik oleh panitia dengan mengenaskan. Badan ane udah basah dan berbau aduhai. Muka ane lecek menghawatirkan sepatu ane yang sebelah. Okelah, sepatunya akan diganti besok dengan yang baru oleh panitia. #ngarep
Ane pun ketar-ketir kehilangan sepatu kesayangan ane.
Di atas ini adalah jasad sepatu ane yang satunya (--")
Mungkin karena sudah pukul dua belas malam, cinderella pun sekarang menjadi gembel yang bau kalen. Sepatu cinderella terceblok di dalem lumpur. Mengenaskan. Tunggu aja deh pangeran kodok meminjam peralatan selam, lalu menemukan sepatu cinderella. *ngooooookkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar