Selasa, 27 Agustus 2013

Puisi Rangga

#nowplaying 93 Million Miles - Jason Mraz

Aku lari ke hutan, kemudian foto-foto
Aku lari ke pantai, kemudian foto-foto
Sepi.. sepi.. dan sendiri aku benci
Aku ingin bingar, tapi ya enggak di pasar juga
Bosan aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat, skripsi, dan sebangsamu
Seperti berjelaga jika aku sendiri, apalagi kalau nggak ada sinyal internet
Pecahkan saja gelasnya biar ramai. Tetapi gelasmu sendiri saja, punyaku jangan.
Biar mengaduh sampai gaduh teraduh aduh, asal jangan curcol di twitter.
Ah, ada malaikat sedang manjahit celana.
Kenapa tak beli celana yang baru saja?
Biar bahagia,
atau.. aku harus lari ke hutan belok ke pantai?
Memangnya di pantai ada apa sih? Ada kamu?

Rabu, 14 Agustus 2013

What a day!

Berpikirlah bahwa hidup adalah sebuah komedi, sampai suatu hari kamu mencelakakan orang lain. Dalam part ini hidup nggak lucu lagi, Bro.
"Astaga bapaknya kena! Jatuh! Bawa telur!". OH MY GOD.
Minggu, 4 Agustus 2013. Hari itu adalah pertama kalinya aku berani membawa mobil ke kota yang tengah dipadati arus mudik lebaran dan siapa sangka, hari itu aku mencelakai orang. Nggak sengaja spionku menyenggol keronjot berisi sekwintal beras dan enam puluh kilogram telur milik seorang bapak yang mengendarai sebuah motor butut. Dengan beban seberat itu, bapak itu ambruk bersama isi sekeronjot yang tumpah ruah ke jalan raya. Bapak itu tidak boleh mati. Semua telurnya kuharap menetas jadi ayam dan mereka menyelamatkan dirinya masing-masing, please!

Kuremat stir erat-erat dan hanya bisa bengong untuk beberapa saat sebelum ikut menghambur keluar mobil bersama Pren dan Tori, memastikan bapak itu nggak kenapa kenapa. Sebagai tersangka utama aku pun turun dari mobil, lemes level tiga tingkat lebih buruk daripada diusir dosen dari ruangannya. Aku mendekati kerumunan itu. Kulihat seorang Bapak yang baru saja kutabrak duduk lemes dengan nafas tersengal-sengal, memandangi telur dan beras yang berserakan di depannya. Tangan dan kaki bapak itu luka-luka, lebih parah dari yang kuperkirakan. Beberapa orang berusaha menenangkan, termasuk Pren dan Tori. Aku mendekat lebih lagi untuk bertemu muka dengan bapak itu, memperkenalkan diri (penting banget) dan minta maaf. Sesaat setelah kejadian, muncul seorang ibu-ibu yang entah muncul dari planet mana. Dia dateng-dateng langsung heboh sendiri menanyakan kronologi kejadian sama semua orang. Sepertinya ibu ibu itu datang dari gua hantu soalnya setelah dia datang suasana jadi sureeeem, gaduh, keruh, mambu. Daaan you know what, nggak lama kemudian, po**lisi datang bersama dengan antek-anteknya. Eng ing eng! PO**LISI! Matik. Seketika tercium bau gosong dari kepalaku and all I wanna do is kelekaran di aspal, diguyur seember penuh es cendol. 

Perdebatan kecil pun terjadi antara aku dan po**lisi. Yaiyalah, aku dan bapak-bapak yang kutabrak sudah bersepakat untuk menyelesaikan kasus sruduk-srudukan yang tidak disengaja ini dengan cara kekeluargaan tapi pihak po**lisi ngotot. Penyelesaian dengan cara kekeluargaan rupanya harus dibuat kesepakatan hitam di atas putih dengan materai yang dibubuhi tanda tangan. Okay, sepertinya aku akan berada dalam masalah ribet. Pilihannya cuman dua: hadapin atau lari dari kenyataan dan main layangan.

Setelah menghubungi keluarganya, bapak itu diantar regu penolong ditemenin Tori sedangkan aku dan Pren ke kantor polisi untuk meladeni urusan thethek bengek yang bakal ribet (banget). Kantor polisi rame banget, saingan sama Pasar Godean kalo lagi Pon-ponan. Rupanya barusaja ada kasus mobil kesruduk bus pariwisata. Yaelahbro, musim banget ya sruduk-srudukan gini. Sedih ane. Dan berhubung bapak-bapak po**lisi sedang ribet ngurusin kasus itu, kitanya malah dicuekin. Akhirnya aku sama Pren memutuskan untuk ke rumah sakit dulu aja, memastikan bapaknya tertangani dengan baik. Tapi sebelumnya kita balik dulu ke tempat kejadian perkara untuk mengambil telur-telur dan beras yang masih kalap. Tadi sih banyak orang yang bantuin mungutin gitu. Sesampainya di TKP, suwung bangettt. Ini mana barang-barangnya yang tadi udah dikumpulin? Aku celingukan kemudian nanya sama yang punya warung nggak jauh dari lokasi kejadian.
"Pak, tau kecelakaan yang di depan tadi kan? Barang-barang yang tadi dikumpulin kemana ya?"
"Wah, nggak tau mbak. Udah diambilin orang."
FTW!
Nggak ngertik lagik. Ada orang yang bisa menjarah harta benda orang lain yang lagi kena musibah. Salah satu tanda ketidakwarasan.

Di rumah sakit, kita menemui korban dan keluarga korban. Semuanya tertangani dengan baik. Selanjutnya kita harus ngelanjutin urusan di kantor po**lisi. Sesampainya di kantor, semua keluarga bapak itu berkumpul (edan, lengkap banget semuanya pada dateng) sedangkan kita bertiga kroco-kroco sendirian aja. Kesepakatan pun dibuat dengan sedikit banyak perdebatan. Tapi untung, urusannya nggak seribet yang diperkirakan kok hehehe. Sepertinya bapak po**lisinya udah nggak tega melihat kengenesan ini jadi semuanya dikelarin dengan lancar. Bahkan ane nggak disuruh bayar. Sebenernya sih mau sekalian minta tolong ngerjain skripsi sekalian tapi nggak enak yaudahlah.

Setelah semua urusan kelar, selalu ada urusan lagi yang menunggu untuk dikelarin. Oh, life.
Kita masih punya tanggungjawab mengantar bapak itu ke pulang. Rumahnya ada di Kulonprogo. Baiklah. Sesampainya di rumah bapak itu, kita punya agenda seru yaitu memisahkan beras yang kena telur dari beras yang masih bersih. Ini rempong bangeeeet.. tapi karena dikerjakan rame-rame, akhirnya kelar juga. Dan namanya juga musibah, siapa yang berharap musibah terjadi? Semua ganti rugi dan kerugian yang harus ditanggung emang udah paling bener diikhlasin aja dan dijadiin pelajaran.

Emang gokil hari itu. Dan setelah semuanya ini, masih ada skripsi yang menunggu untuk diselesaikan. Mungkin yang gokil bukan cuma hari itu. Hehehe ;)